Langsung ke konten utama

Jagalah Kebersihan

Hai temen temen semua, tau fungsi telinga? Ya, mendengar. Fungsi mata untuk melihat, fungsi ginjal menyaring darah, fungsi hati salah sarunya menghasilkan protein. 


Hati adalah tempat dimana perasaan timbul. Ntah itu perasaan marah, sedih, cinta, dan gembira. 

Sedikit ingin bercerita, tentang perasaan yang pernah benar2 menimbulkan efek samping berkelanjutan yang aku alami 3 tahun lalu tepatnya waktu kelas 1 SMA

Kelas 1 SMA dimana fase, peralihan dari anak2 menuju remaja. Banyak perubahan2 yang harus dirubah untuk menuju ramaja. 

Awal masuk SMA, aku masuk di kelas X MIPA 1. Mikirnya masih seperti anak SMP,sesuatu yang berbau 1atau A . Itu pasti kelasnya bagus. 

Ternyata bener, kelasku itu dihuni anak2 yang pandai pandai dalam belajar. " Keren nih" bisik ku dalam hati

Beberapa bulan berlangsung di kelas itu, aku sangat betah, dan aku mendapat sorotan dari guru2 dari salah satu temenku yang dalam kategori siswa yang giat gituui. Hehe

Setiap berkelompok, pasti kita dipilih untuk menjadi ketua regu. Akupun begitu

Semua guru mengenalku dengan baik. 

Waktu itu, aku mendapat wali kelas guru bhs inggris, namanya Mam Da*im. Tegas, ketat dan menyeramkan bagi mereka yang lupa mengerjakan PR. 

Singkat cerita saat  itu aku kecewa dengan diriku sendiri, ketika dengan gampangnya aku merusak image ku di mata guru2.

Itu awal pertama, aku menyukai seseorang. So anak SMA yang udah sok sok an suka sama oramg lain. 

Semua cerita cinta yang buta dimulai. 

Sampai sampai, handphone ku pernah tersita guru seni budaya, karena ulahku yang sangat menjengkelkan. Dan mengundang guru2 lain yang menyukaiku membenciku pada saat itu. Salah satu  hukuman yang merugikan sekali, aku mendapat hukuman menulis " Saya berjanji tidak akan memainkan handphone pada saat jam pelajaran, jika saya melanggar saya siap menerima sanksi yang akan diberikan" Panjang banget ngga si.. 

Kalo gasalah, itu 2 garis kertas folio per kalimat. Dan menulis 100x sampai handphoneku kembali. Di sisi lain, aku sangat takut pulang dengan tidak membawa hamdphone ku larena tersita  guru. Aku pun pura pura tidak terjadi apa apa, saat pulang ke rumah. Selama 2 hari aku mengerjakan tulisan itu dan tidak menghiraukan tugas rumah yang sudah ku tunggak 2 hari sebelumnya. 

Aku mengerjakan tulisan hukuman itu di sekolah, karena takut ketauan ibu. Ku pusatkan semuanya pada tulisan itu, dan selesai pada 2 hari setelah hp itu disita. 


Menebusnya, aku masih menerima cacian dari wali kelas yang terkenal tegas dan si guru seni budaya. "Aku imgin menangiiiis" Dalam hati

Dan aku sangat malu sekali, karena saat iti guru2 lain sedang istirahat do ruamg guru dan beberapa adik kelas yang sedang menemu guru seni budaya.  Ashhh, sangat memalukan. Semua ter lewati dan akhirnya handphoneku kembali ke tanganku lagi. 

Selesai. 

Sampai di kelas, guru bahasa indonesia sudah menungguku dan menagis tugas yang sudah ku janjika tetapi bekum selesai. 

Dalam benakku " Ah, bu r*na kan baik sama aku, ngga mungkin marah".

Ternyata salah, dia marah besar kepadaku dan lagi lagi aku mendapat cacian. 

"Mentang2 saya sabar, jangan kamu sepelekan saya" Ucapnya dan membuat hati saya tertegun dan kecewa pada diri sendiri. 


Pada saat itu, guru guru jarang mengambil contoh dari tugas sekolahku. Aku terbelakangkan saat itu, dan rasanya sedih sekali. 

Tigas Bhs indonesia yang dulu 91 telah menjadi 62. 

Ketua regu matematika, telah tergantikan dan bukan aku lagi

Guru seni budaya yang sering menyindirku setiap kali pertemuan. 

Semua hancur dan nilaiku merosot semester 2.

Semester 3, 4 keadaan masih sama, aku semakin malas mengerjakan PR. 

Dan akhirnya aku berusaha untuk bangkit, pelan pelan belajar, terus..

Semester 5, aku memuali hidup baru. Grafinya naik, pelanpelan, ku paksa diriku rajin meskipun rasanya malas. 

Semester 6 nilaiku kembali semula, dan aku kembali baik dengan guru tadi. Tetapi minusnya, aku lemah di matematika dan sangat susah sekali untuk memperbaiki lagi. 

Semoga mendapat manfaat, saat membaca pengalaman jengkel ini. 

Dariku, Sarifa MH


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Manusia dengan Segala Ketakutannya

Awalnya ku kira hal ini tidak akan menemukan titik baik kecuali selamanya akan menjelma ketakutan. Biarpun sugesti, empati meminta kerjasama otak dalam mengatur gerak gerik, “pasti nihil” ucapku ketika itu. Ketakutan memang tidak boleh selamanya menjadi satu-satunya penghuni dan membiarkan menyebar dokrin hingga ke urat nadi bahkan mendarah daging. Takut, takut, dan takut. Ketika semua hal difokuskan pada satu sub tema yang bernama “takut”, tidak akan ada habisnya. Pilihan ya hanya satu, berani atau mundur sekalian. Karena jatuh dari takut yang aku maksud, insecure namanya. Aku pernah mendengar dari seorang kawan asal pamekasan, dia bilang gini “ jalani aja, apapun yang terjadi, itu urusan belakangan” . Aku selalu ingat itu, dengan logat Madura yang asik menurutku. Aku benar- benar menjalaninya. Setres, karena ketakutan-ketakutan Yang belum tau kejelasannya seperti apa. Aku bertemu manusia-manusia yang sebelumnya belum ku lihat secara nyata. Dan semua menerimaku seperti bagaiman

Langit Jingga II

Senjani yang tidak akan redup Sebelum sang surya  terlelap menunduk katup.  Bel masuk berbunyi, beberapa siswa mulai beranjak, dan sebagian lainnya masih menghabiskan makanannya. Aku dan Rosa bergegas. Setibanya di kelas, kelas dalam keadaan kosong. Teman teman semua tidak ada di kelas, hanya tersisa ranselku merahku dan ransel rosa. "Loh teman teman kemana? Kok kelasnya kosong?? " Tanyaku dengan bingung "Kemana ya? Apa sudah pulang " Tanya Rosa Kelas di sebelah kelasku sedang melaksanakan pelajaran, sedangkan Aku dan Rosa kebingungan. Tiba tiba diujung tidak jauh dari kelasku, ada Inka yang memanggil " Tia ! Kelasnya pindah" Teriak inka dari sana Aku dan rosa langsung bergegas Kamipun langsung menghampiri bangku kosong yang tersisa. Nasibku tidak sebaik rosa, aku tidak kebagian teman sebangku. Dan terpaksa aku duduk sendiri dibangku paling ujung di belakang bangku Inka dan Fahda. Sedangkan Rosa, dia sudah dibookingkan bangku oleh Nur Hidayah unt

Langit Jingga III

Pernah singgah,  Dan singgah kembali.  Tiada hari jika tidak dapat mengotak atik warna dan menodai kanvas yang awalnya putih suci menjadi seperti angin berebut awan mendung.  Hari sabtu yang penuh ceria, hari libur yang ditimpal libur minggu karena peringatan Hari Kartini. Aku menyibukkan diriku dengan hal yang sangat aku sukai yaitu menggambar. Sejak SD aku sangat menyukai warna, menggabar. Karena sebuah ide juga bisa di ingat ketika melihat sebuah gambar dengan warna.  Aku mengambil beberapa warna dan meneteskan di palet hadiah dari kakek, dan mengaduknya dengan kuas semburat seperti sapu kandang mang Amin, ntah kenapa aku sangat sayang sekali kepada kuas ini.   Ditengah asyiknya aku mencoret coret, membuat bentuk ti ba tiba, datang dari arah lorong depan yaitu seorang anak laki laki sepantaran kakak Adelia teman kelasku.  " Jangan bilang,!! Dia mau apa! " Geramku dari jendela kamar ku diam saja, tanpa menghampirinya. Kedengarannya Bapak membuka pintu.  "As