Langsung ke konten utama

Anak Matahari

Guru adalah pendidik dan pengajar pada pendidikan anak usia dini jalur sekolah atau pendidikan formalpendidikan dasar, dan pendidikan menengah, begitu menurut KBBI.

Desember 2020 bulan pertamaku mengajar di Sekolah dasar pelosok daerah pegunungan.
Sebenarnya bukan keinginanku, tetapi ibuku.
Menjadi pengajar mengajakku kembali ke 13 tahun lalu. Sangat teringat, PRku belum tentang mencari ide pokok paragraf, tetapi menulis Nama panjangku sendiri " SARIFA MAYATUL HUSNA", memakai seragam Putih merah, bersepatu.

Sama betul dengan yang kuhadapi setiap hari. Bertemu anak anak matahari, mengajarkan mereka    membaca, mengeja, mengenal huruf,  menghafal warna. Mengenal a,i, u, e, o. Konsonan, diftong.
Dan lebih senang, ketika materi perkalian susun. Mereka akan berebutan merebut pecahan kapur di tanganku.

"Ibu guru" Mereka memanggilku, ya walau sebenarnya aku masih seperti kakak kakak mereka, ketika kakak mereka mengantarnya ke sekolah, mencium tanganku, melontarkan salam ketika berpapasan denganku di depan gerbang saat aku menyabrang. Mereka sangat meghormatiku :'

Sejauh ini, aku memiliki perbandingan. Menjadi guru sesusah ini, khususnya anak sekolah dasar tidak bisa di mandirikan layaknya SMA. Kata demi katanya harus di sampaikan sejelas mungkin. Seperti ketika tadi aku bercerita tentang cerita Ayam dan bebek. Ada kata diterkam, mengendap endap, mengendus, hasrat, sahabat karib. Mungkin atau harus mengerti apa maksudnya.

Pada suatu ketika, tepatnya kemarin 7 April 2021.
Aku kesiangan, sampai di sekolah.
"Kenapa gerbangnya tertutup? Mungkin siangku terlalu siang " Gumamamku sendiri dengan mendorong gerbang sekolah
Tetapi, kenapa kosong?  Dan terlihat ada 3 orang anak kelas 2 dan 1 lainnya kelas 1.
Aku menyuruhnya mereka pulang, tetapi mereka tidak mau
" Gapapa bertiga saja" Ucap mereka
Ya apa boleh buat, tidak mungkin aku menolak. 


Terimakasih memberikan pengalaman luar biasa yang mengingatku untuk selalu menghormati guru. 

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Manusia dengan Segala Ketakutannya

Awalnya ku kira hal ini tidak akan menemukan titik baik kecuali selamanya akan menjelma ketakutan. Biarpun sugesti, empati meminta kerjasama otak dalam mengatur gerak gerik, “pasti nihil” ucapku ketika itu. Ketakutan memang tidak boleh selamanya menjadi satu-satunya penghuni dan membiarkan menyebar dokrin hingga ke urat nadi bahkan mendarah daging. Takut, takut, dan takut. Ketika semua hal difokuskan pada satu sub tema yang bernama “takut”, tidak akan ada habisnya. Pilihan ya hanya satu, berani atau mundur sekalian. Karena jatuh dari takut yang aku maksud, insecure namanya. Aku pernah mendengar dari seorang kawan asal pamekasan, dia bilang gini “ jalani aja, apapun yang terjadi, itu urusan belakangan” . Aku selalu ingat itu, dengan logat Madura yang asik menurutku. Aku benar- benar menjalaninya. Setres, karena ketakutan-ketakutan Yang belum tau kejelasannya seperti apa. Aku bertemu manusia-manusia yang sebelumnya belum ku lihat secara nyata. Dan semua menerimaku seperti bagaiman

Langit Jingga II

Senjani yang tidak akan redup Sebelum sang surya  terlelap menunduk katup.  Bel masuk berbunyi, beberapa siswa mulai beranjak, dan sebagian lainnya masih menghabiskan makanannya. Aku dan Rosa bergegas. Setibanya di kelas, kelas dalam keadaan kosong. Teman teman semua tidak ada di kelas, hanya tersisa ranselku merahku dan ransel rosa. "Loh teman teman kemana? Kok kelasnya kosong?? " Tanyaku dengan bingung "Kemana ya? Apa sudah pulang " Tanya Rosa Kelas di sebelah kelasku sedang melaksanakan pelajaran, sedangkan Aku dan Rosa kebingungan. Tiba tiba diujung tidak jauh dari kelasku, ada Inka yang memanggil " Tia ! Kelasnya pindah" Teriak inka dari sana Aku dan rosa langsung bergegas Kamipun langsung menghampiri bangku kosong yang tersisa. Nasibku tidak sebaik rosa, aku tidak kebagian teman sebangku. Dan terpaksa aku duduk sendiri dibangku paling ujung di belakang bangku Inka dan Fahda. Sedangkan Rosa, dia sudah dibookingkan bangku oleh Nur Hidayah unt

Langit Jingga III

Pernah singgah,  Dan singgah kembali.  Tiada hari jika tidak dapat mengotak atik warna dan menodai kanvas yang awalnya putih suci menjadi seperti angin berebut awan mendung.  Hari sabtu yang penuh ceria, hari libur yang ditimpal libur minggu karena peringatan Hari Kartini. Aku menyibukkan diriku dengan hal yang sangat aku sukai yaitu menggambar. Sejak SD aku sangat menyukai warna, menggabar. Karena sebuah ide juga bisa di ingat ketika melihat sebuah gambar dengan warna.  Aku mengambil beberapa warna dan meneteskan di palet hadiah dari kakek, dan mengaduknya dengan kuas semburat seperti sapu kandang mang Amin, ntah kenapa aku sangat sayang sekali kepada kuas ini.   Ditengah asyiknya aku mencoret coret, membuat bentuk ti ba tiba, datang dari arah lorong depan yaitu seorang anak laki laki sepantaran kakak Adelia teman kelasku.  " Jangan bilang,!! Dia mau apa! " Geramku dari jendela kamar ku diam saja, tanpa menghampirinya. Kedengarannya Bapak membuka pintu.  "As