Langsung ke konten utama

Malang - Lumajang

Di stasiun menunggu Kereta Api tiba, aku merasakan berbagai rasa ikut bercengkrama. Raut calon penumpang yang berdatangan mencangking bawaan hilir-mudik menuju jalur 4. Beberapa kanak-kanak berlarian dan ibunya ikut berlari, mungkin dirasa anaknya kurang tau diri, bahwa dirinya masi berbau bayi untuk dijaga.

Manusia tanpa nama, namaku Ifa. Disini aku yang baru pertama kali, dilepas sendiri dengan suasana hati khawatir untuk pulang sebagai penumpang. Tenang saja, aku bisa. Sempat duduk di bangku tunggu, tetapi seperti ada yang membisikkan di telinga “ Bukan disini, Fa.”

Sore itu dingin, sedingin logam lama tak tersapa angin.

16.30, jadwal pemberangkatan Malang- Lumajang. Ditemani rintik suasana sendu, camar diatas gerbong ikut merasa nostalgia, aku menyela. “Apa yang sedang ia pikirkan ?”

Manusia menyepi dan meramai beralih kedalam gerbong kereta. Yang aku suka tentang kereta api, dia tidak mau dibuat menunggu, dan tidak mau dibuat mengganggu. Jalan lintasannya sangat istimewa, dan jelas berbeda dengan yang lain, selain itu Kereta api tau kapan ia harus sampai pada tujuan, dan jam berapa dia kembali lagi. 

 Di gerbong 1 KA Tawang Alun itu, sepertinya ada yang sedang berdiskusi tentang kopi khas. Faktanya yang tidak sengaja aku dengar, manusia tanpa nama itu membicarakan tentang kopi. Kopi Robusta yang memiliki cita rasa khas ujarnya, dan bisa hidup diketinggian 300-700 Mdpl. Terdengar dari caranya berdialek, manusia tanpa nama itu mirip dengan cara bicara penduduk Riau, cara memanggil kata sapaan “ Kamu” yaitu “ Kau”.
Dari kejauhan, diskusinya semakin seru. Merambat kepada tumbuhan Tembakau, Kawah Ijen, yang katanya kawah Ijen punya kaldera terluas di seluruh Pulau Jawa. Sedangkan aku sibuk sendiri dengan bagaimana caranya aku bisa terjun kedalam Deep Sleeping.

***

Jendela kereta api tidak lagi menampilkan view seperti sebelum aku terbangun. Tandanya senja sudah pergi, dan malam telah kembali. Dan disini aku siap untuk berjalan lagi.

“ Dalam keramaian aku menyepi, pada sepi aku kembali."


_Malang, 2021

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Manusia dengan Segala Ketakutannya

Awalnya ku kira hal ini tidak akan menemukan titik baik kecuali selamanya akan menjelma ketakutan. Biarpun sugesti, empati meminta kerjasama otak dalam mengatur gerak gerik, “pasti nihil” ucapku ketika itu. Ketakutan memang tidak boleh selamanya menjadi satu-satunya penghuni dan membiarkan menyebar dokrin hingga ke urat nadi bahkan mendarah daging. Takut, takut, dan takut. Ketika semua hal difokuskan pada satu sub tema yang bernama “takut”, tidak akan ada habisnya. Pilihan ya hanya satu, berani atau mundur sekalian. Karena jatuh dari takut yang aku maksud, insecure namanya. Aku pernah mendengar dari seorang kawan asal pamekasan, dia bilang gini “ jalani aja, apapun yang terjadi, itu urusan belakangan” . Aku selalu ingat itu, dengan logat Madura yang asik menurutku. Aku benar- benar menjalaninya. Setres, karena ketakutan-ketakutan Yang belum tau kejelasannya seperti apa. Aku bertemu manusia-manusia yang sebelumnya belum ku lihat secara nyata. Dan semua menerimaku seperti bagaiman

Langit Jingga II

Senjani yang tidak akan redup Sebelum sang surya  terlelap menunduk katup.  Bel masuk berbunyi, beberapa siswa mulai beranjak, dan sebagian lainnya masih menghabiskan makanannya. Aku dan Rosa bergegas. Setibanya di kelas, kelas dalam keadaan kosong. Teman teman semua tidak ada di kelas, hanya tersisa ranselku merahku dan ransel rosa. "Loh teman teman kemana? Kok kelasnya kosong?? " Tanyaku dengan bingung "Kemana ya? Apa sudah pulang " Tanya Rosa Kelas di sebelah kelasku sedang melaksanakan pelajaran, sedangkan Aku dan Rosa kebingungan. Tiba tiba diujung tidak jauh dari kelasku, ada Inka yang memanggil " Tia ! Kelasnya pindah" Teriak inka dari sana Aku dan rosa langsung bergegas Kamipun langsung menghampiri bangku kosong yang tersisa. Nasibku tidak sebaik rosa, aku tidak kebagian teman sebangku. Dan terpaksa aku duduk sendiri dibangku paling ujung di belakang bangku Inka dan Fahda. Sedangkan Rosa, dia sudah dibookingkan bangku oleh Nur Hidayah unt

Langit Jingga III

Pernah singgah,  Dan singgah kembali.  Tiada hari jika tidak dapat mengotak atik warna dan menodai kanvas yang awalnya putih suci menjadi seperti angin berebut awan mendung.  Hari sabtu yang penuh ceria, hari libur yang ditimpal libur minggu karena peringatan Hari Kartini. Aku menyibukkan diriku dengan hal yang sangat aku sukai yaitu menggambar. Sejak SD aku sangat menyukai warna, menggabar. Karena sebuah ide juga bisa di ingat ketika melihat sebuah gambar dengan warna.  Aku mengambil beberapa warna dan meneteskan di palet hadiah dari kakek, dan mengaduknya dengan kuas semburat seperti sapu kandang mang Amin, ntah kenapa aku sangat sayang sekali kepada kuas ini.   Ditengah asyiknya aku mencoret coret, membuat bentuk ti ba tiba, datang dari arah lorong depan yaitu seorang anak laki laki sepantaran kakak Adelia teman kelasku.  " Jangan bilang,!! Dia mau apa! " Geramku dari jendela kamar ku diam saja, tanpa menghampirinya. Kedengarannya Bapak membuka pintu.  "As