Langsung ke konten utama

Adik-adik Matahari

Pergi sejauh-jauhnya, untuk pulang 
Belajar seluas-luasnya, agar jeli setajam mata elang.
Kita tak perlu tau betapa lautan begitu luas menjadi rumah tumpang mahluk dibawahnya, tak perlu tau bahwa hujan turun membasahi tanah gersang yang lama tak tersapa air, dan kita tidak perlu tau bagaimana angin meniup dedunan hingga lepas dari tangkainya. Aku hanya ingin bercerita tentang mereka yang berusaha menggapai jawaban dari semua pertanyaan-pertanyaan yang belum mampu digapainya..
SDN 1 Dawuhan, Adalah nama lautan bagi adik-adik matahariku, berkeluh kasih, bermain, berlari, dan belajar sampai menyentuh antena neptunus akan mimpi-mimpi mereka untuk dipercayai bahwa suatu saat mereka akan seperti apa yang diangankan saat ini. “Syifa ingin jadi Guru.”, “Anggi ndak mau jadi Dokter, aku pengennya jadi Guru.”, “ Kak, kalo aku pengen jadi pemain sepak bola” kata Rendi. “Aku tentara, kak”. dan masih banyak lagi. 
 Begitupun denganku, ketika seperti mereka diusia 7 tahun, I want to explore and meet new people around the country, senjani, bersama lagu Ebiet G, dan yakin bahwa akan ada waktu yang mengajakku bertemu mimpi-mimpi itu. Dan betul, segala puji bagi Allah. melalui tangan-tangan pendidikan aku berkesempatan menemui bayi-bayi emas calon pemimpin negeri, disini, kami, bersamaaaa.

 Warm hug <3 

 _Malang, 15 Maret 2023

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Manusia dengan Segala Ketakutannya

Awalnya ku kira hal ini tidak akan menemukan titik baik kecuali selamanya akan menjelma ketakutan. Biarpun sugesti, empati meminta kerjasama otak dalam mengatur gerak gerik, “pasti nihil” ucapku ketika itu. Ketakutan memang tidak boleh selamanya menjadi satu-satunya penghuni dan membiarkan menyebar dokrin hingga ke urat nadi bahkan mendarah daging. Takut, takut, dan takut. Ketika semua hal difokuskan pada satu sub tema yang bernama “takut”, tidak akan ada habisnya. Pilihan ya hanya satu, berani atau mundur sekalian. Karena jatuh dari takut yang aku maksud, insecure namanya. Aku pernah mendengar dari seorang kawan asal pamekasan, dia bilang gini “ jalani aja, apapun yang terjadi, itu urusan belakangan” . Aku selalu ingat itu, dengan logat Madura yang asik menurutku. Aku benar- benar menjalaninya. Setres, karena ketakutan-ketakutan Yang belum tau kejelasannya seperti apa. Aku bertemu manusia-manusia yang sebelumnya belum ku lihat secara nyata. Dan semua menerimaku seperti bagaiman

Langit Jingga II

Senjani yang tidak akan redup Sebelum sang surya  terlelap menunduk katup.  Bel masuk berbunyi, beberapa siswa mulai beranjak, dan sebagian lainnya masih menghabiskan makanannya. Aku dan Rosa bergegas. Setibanya di kelas, kelas dalam keadaan kosong. Teman teman semua tidak ada di kelas, hanya tersisa ranselku merahku dan ransel rosa. "Loh teman teman kemana? Kok kelasnya kosong?? " Tanyaku dengan bingung "Kemana ya? Apa sudah pulang " Tanya Rosa Kelas di sebelah kelasku sedang melaksanakan pelajaran, sedangkan Aku dan Rosa kebingungan. Tiba tiba diujung tidak jauh dari kelasku, ada Inka yang memanggil " Tia ! Kelasnya pindah" Teriak inka dari sana Aku dan rosa langsung bergegas Kamipun langsung menghampiri bangku kosong yang tersisa. Nasibku tidak sebaik rosa, aku tidak kebagian teman sebangku. Dan terpaksa aku duduk sendiri dibangku paling ujung di belakang bangku Inka dan Fahda. Sedangkan Rosa, dia sudah dibookingkan bangku oleh Nur Hidayah unt

Langit Jingga III

Pernah singgah,  Dan singgah kembali.  Tiada hari jika tidak dapat mengotak atik warna dan menodai kanvas yang awalnya putih suci menjadi seperti angin berebut awan mendung.  Hari sabtu yang penuh ceria, hari libur yang ditimpal libur minggu karena peringatan Hari Kartini. Aku menyibukkan diriku dengan hal yang sangat aku sukai yaitu menggambar. Sejak SD aku sangat menyukai warna, menggabar. Karena sebuah ide juga bisa di ingat ketika melihat sebuah gambar dengan warna.  Aku mengambil beberapa warna dan meneteskan di palet hadiah dari kakek, dan mengaduknya dengan kuas semburat seperti sapu kandang mang Amin, ntah kenapa aku sangat sayang sekali kepada kuas ini.   Ditengah asyiknya aku mencoret coret, membuat bentuk ti ba tiba, datang dari arah lorong depan yaitu seorang anak laki laki sepantaran kakak Adelia teman kelasku.  " Jangan bilang,!! Dia mau apa! " Geramku dari jendela kamar ku diam saja, tanpa menghampirinya. Kedengarannya Bapak membuka pintu.  "As