Langit Jingga II

Senjani yang tidak akan redup
Sebelum sang surya terlelap menunduk katup. 


Bel masuk berbunyi, beberapa siswa mulai beranjak, dan sebagian lainnya masih menghabiskan makanannya. Aku dan Rosa bergegas.
Setibanya di kelas, kelas dalam keadaan kosong. Teman teman semua tidak ada di kelas, hanya tersisa ranselku merahku dan ransel rosa.
"Loh teman teman kemana? Kok kelasnya kosong?? " Tanyaku dengan bingung
"Kemana ya? Apa sudah pulang " Tanya Rosa
Kelas di sebelah kelasku sedang melaksanakan pelajaran, sedangkan Aku dan Rosa kebingungan.
Tiba tiba diujung tidak jauh dari kelasku, ada Inka yang memanggil
" Tia ! Kelasnya pindah" Teriak inka dari sana

Aku dan rosa langsung bergegas
Kamipun langsung menghampiri bangku kosong yang tersisa. Nasibku tidak sebaik rosa, aku tidak kebagian teman sebangku. Dan terpaksa aku duduk sendiri dibangku paling ujung di belakang bangku Inka dan Fahda. Sedangkan Rosa, dia sudah dibookingkan bangku oleh Nur Hidayah untuk duduk dengannya.

12.30 bel pulang berteriak. 

Momen yang ditunggu tunggu oleh mereka yang merasa bosan disekolah. Tidak denganku, aku lebih menyukai sekolah. Bertemu teman teman, memandangi langit dari jendela tak bertirai di kelas.

 Saatnya pulang!

 
Kerumunan siswa tercipta dari masing masing ambang kelas, seperti air yang mengalir deras menuju daratan yang merendah.
Siang yang sangat terik, membuat jalan melahirkan fatamorgana. Aku yang megayuh sepeda berwarna merah dengan keadaan jalan yang menanjak. Sengaja, sebelumnya ibuku sudah menitipkan sepedaku kepada saudara tetangga kami, yang tempatnya sedikit jauh dari sekolah. Maka aku harus berjalan menikmati terik yang menggigit kulit, menyusuri teriknya matahari menuju tempat penitipan sepedaku. Tidak ada yang aku kenal, selain teman teman sekelasku. Dan mereka berbeda arah dengan tempat tinggalku
Aneh, aku satu satunya siswi dari sekian banyak murid sekolah yang berangkat dan pulang sekolah mengayuh sepeda, kebanyakan mereka memilih mengendarai motor dan naik angkutan umum.
"Oh tidak, hari yang sangat panas" Rintih hatiku sambil mengayuh kuat

***

Sampai di rumah, pipi dan detak jantungku tersulap menjadi bazz sound system acara dangdutan.
Wajahku berwarna ungu, dan pandanganku seperti berkunang kunang. Aku lelah sekali.

"Ping!  "


Muncul notif dari ambang Blackberryku. Seseorang bernama Radeffa Daniswara mengirimkan pesan kepadaku

Aku tak menghiraukannya. Aku memilih untuk mandi, dan makan siang masakan ibu yang palimg sedap.

*****************

"Selamat pagiii" Pagi yang cerah secerah neon. Ibu yang bersiap bekal sekolahku.
"Berangkat dulu! " Sambil mencium tangan ibu, dan ibu mengecup kedua pipiku. "Hati hati ya" Bisiknya

Daaaaah!

Similir angin pagi menusuk nadi. Aku mengayuh sepeda pembelian ayahku, berwarna maroon, dengan jalan yang tidak menanjak seperti ketika aku pulang dari sekolah.
Bunyi kendaraan, anak anak sekolah dasar berlarian di bibir jalan dengan bahagianya, ibu mengantar anaknya, los sayur dan rajanya, dan bapak penjual cilot yang siap mengawali manisnya pagi hari ini.

Aku tiba di rumah Pak lik Sapri saudara tetanggaku yang sudah ibu mintakan izin untuk menitipkan sepedaku. Selepas itu, aku berjalan kaki dengan menggendong ransel merahku melewati pohon tebu yang meninggi.

" Tia!"

Tiba tiba ada suara yang memanggil namaku, ntah siapa itu
Aku terus berjalan dengan cueknya.
Sampai di ambang gerbang sekolah, aku disambut oleh ibu dan bapak guru.
Pak imam, Pak Deni, Bu eti.

"Masih mengayuh sepeda?? "
" Masih dong paaak! Selamat pagii" Balasku kepada pak imam dan guru lainnya.

***
Hari piketku, itu berarti untuk hari ini, tentang kebersihan sedang menjadi tanggung jawabku. Satu demi satu aku membersihkannya. Teman teman kelasku tidak satupun yang datang, kecuali seorang dari arah gerbang akan melintas dindepan kelasku. Ntah memang kelasnya di ujung sana, atau..
" Kelasnya kotor sekali.. "
Aku tak menghiraukan


"Hm, tidak ada yang akan menyahut sapaanku kecuali memang selembar kertas yang kau sapu", 


Suasana menjadi canggung dengan kata katanya. Kenapan dia menyebut " Tia" Itu kan namaku.
" Oh, kakak memanggil saya?? ".


Semua akan tau, siapa sosok itu. Dia memakai celana almamater khas  celana dark blue, atasan hodie tosca, dan menggendong tas merah. Tidak salah jika dia adalah kakak kelas.
Aku tak menghiraukan, dan melanjutkan menyapu. Karena pelajaran pertama adalah guru best para murid, Bhs inggris. Pasti Pak Imam.

"Oh ya, besok besok kalo di panggil, respon dong! Jangan jadi mutiara yang kalo dipanggil malah pura pura ngga denger, kayak tadi. Sampai nanti Mutiara Ardhani"
Tanpa menoleh, dia tersenyum sembari menjauhi.

Aku terbelalak
" Siapa dia, manusia aneh yang tiba tiba tau namaku" Gumamku dalam hati.

**********

Pak Imam memasuki kelas, dengan setumpuk buku di gendongnya.
Materi pelajaran Bahasa inggris pertamaku adalah  "Asking And Giving Opinion".

Sejauh ini, sebelum masuk di sekolah baruku sekarang, Aku adalah Enemy of english.
Pernah pada saat MtsN, sekolah lamaku aku tertidur dan guru menikamku dengan paket tebal. Oh tidak! Itu menyakitkan.

Aku mencoba untuk berbaik dengan keadaan, guru berbeda, dan lingkungan berbeda, mungkin rasanya akan jauh berbeda. Dan its true!
Aku menerima ilmunya dengan aman jaya, baik, dan sangat mudah dipahami.
Detik inipun, adalah sejarah berubah dijelma semesta. I love english, much more. 

"Bahasa Inggris itu semakin lama semakin mudah,
Bahasa inggris itu tidak di hafal, tetapi dipraktikkan" Paparan pak imam di sela sela Menyampaikan materi.

Saatnya istirahat. Sampai sampai dilanda asyiknya pelajaran pak imam, membuat bunyi Bellnya seperti tak terdengar teriaknya.
Aku sangat lapar sekali.
Rosa, Inka, Fahda, Dinta, dam Asa megeluarkan bekal makanan yang sudah dibawa. Tetapi,

"Bekalku!? " Sambil mencari di laci meja.
Namun tidak ada.
Aku mengingatnya, " Tertinggal di garasi waktu aku mengambil sepeda tadi" ,

" Yaampun, belum juga tua, bekal makanan udah kelupaan" Sahut Fahda

"Aku lupa banget tadii" Jawabku

" Yaudah, ke kantin gih" Suruh asa, sembari menyantap bekalnya

Terpaksa, aku menyusuri kelas  menuju kantin tanpa teman temanku.

" Yaah, semesta emang baik. Ketemu lagi nih! "

Tak lain tak bukan, benar. Anak itu lagi. Kenapa dia membersamaiku. Aku tidak tau dia siapa, aku melajukan langkah dia malah semakin menyerupakan langkahnya.

"Oh tidaak. Please, semesta berpihaklah kepadaku. Suruh manusia ini menghilang sekaramg juga" Gumamku dalam hati.

" Mbak Nur!, pesan Nasi gorengnya 1 porsi yah.       Di bungkus aja"

"Siaaap, ditunggu ya! "

Sembari menunggu, aku duduk di ujung sana.  Aku menoleh memandangi suasana kantin yang penuh dengan siswa berperut lapar, sepertiku.
Dia berjalan ke arahku, setelah memesan ke warung sebelah mbak Nur. Ntah apa yang dipesannya.
" Emm, ramai yah? " Dia berbicara
Dan aku, apa aku harus menjawabnya

" Iya.."

"Pulsanya mau abis ya? "

Aku bingung, apa. Maksudnya.

" Kamu tuh ya, hemat banget buat ngomong"

" Kakak ngomong sama aku? "

" Ngga kok, lagi ngomong sama angin "

Aku menoleh kepadanya, dengan gumammannya akhirmya aku menjawab.

" Aku ngomong sama kamu Mutiara" Lanjutnya

"Kakak kenapa tau nama aku Mutiara?? "

" Deff"  Sambil menyodorkan tangannya untuk dijabat,
Aku menjabat tangannya " Tia"
" Aku tebak, lain kali kamu bakal bahagia kalo mau jadi temen aku" Ucapnya

" Neng, Nasi gorengnya udah siap" Mbak nur menimpal dari keramaian. 


" Siap mbak Nur" Aku menjawab

" Duluan kak " Ucapku sambil beranjak dari hadapannya. 


Dia tersenyum kecil
" Sampai jumpa lagi Tia!!"

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer