Langsung ke konten utama

Teknologi Digital Jembatan Pengetahuan

Di awal tahun 2020, dunia digemparkan oleh wabah mematikan, yaitu Coronavirus Disease atau COVID-19. Wabah ini menyerang sistem pernapasan dan pencernaan manusia sekaligus menjadi salah satu penyebab meningkatnya angka kematian di seluruh dunia.  Hal ini juga menjadi latar belakang  serta menjadi faktor transkrip kebiasaan untuk memprioritaskan protokol kesehatan dan pembatasan kegiatan di luar rumah dengan cara mengalihkan semua kegiatan kepada jejak digital, dan melibatkan kecanggihan teknologi. 

Society 5.0 digagas oleh negara Jepang memiliki konsep yang  memungkinkan cara penggunaan ilmu pengetahuan berbasis modern ( Al, Robot, IOT) yang motifnya untuk memudahkan aktivitas manusia, dan secara tidak langsung memaksa semua manusia khususnya para  pelajar turut serta dalam ranah teknologi dengan memiliki literasi dasar abad 21, salah satunya yaitu  literasi informasi. 

Peluncuran berbagai aplikasi cerdas teknologi membuat manusia dapat mengakses berbagai informasi dari berbagai arah, dan tentunya tantangan di dalamnya bertambah menjadi dua arah. Internet sebagai salah satu pemasok kebutuhan informasi segala aktivitas manusia seperti bekerja, menyelaraskan pendapat, menabung argumentasi, menyalurkan kreativitas dan inovasi, bahkan sebagai pionir pentas pencarian bakat yang dapat diakses dan ditonton insan di seluruh dunia.

Manusia saat ini tidak perlu dibingungkan, bagaimana cara mencari informasi. Karena sejatinya zaman saat ini sedang digandeng oleh society yang mengajak kaum intelektual berdecak dengan sosial media. Tentu ada batasannya, ragam informasi dijejerkan agar manusia dibentuk dengan edukasi yang mengedukasi. Edukasi sebagai penunjuk jalan, manusia harus selalu haus ilmu dengan memanfaatkan zaman digital teknologi, sampai-sampai kecanggihan saat ini tak terkendali bak melebihi laju kereta menuju tempat dambaan.

Tragedi meletusnya Gunung Semeru pada 4 Desember 2021 lalu menggemparkan dunia, tidak hanya didengar oleh penghuni bumi Indonesia saja, tetapi merambat secara cepat pada belahan bumi lainnya. Hal itu disebarkan melalui peran  Internet of Thing yang menerbangkan informasi ke segala penjuru.

Pada tahun 90-an, medium informasi nomor 1 adalah televisi. Zaman akan terus berkembang layaknya bahasa yang terus melambang. Seorang pelukis asal Prancis bernama Ernest Meissonier misalnya, meninggal pada tahun 1981. Ernest adalah seorang pencipta karya seni paling sempurna pada masanya. Kemampuannya menyulap kanvas kosong sama persis dengan objek yang dijiplak menaik-daunkan namanya saat itu.
Kemudian apa? Tiba-tiba ‘Kamera’ ditemukan pada saat itu. Akhirnya kemampuannya tidak lagi relevan, skill-nya sudah tergantikan oleh kamera. Bukti bahwa zaman akan terus berkembang pesat, dan akan menghiraukan siapa yang tidak ikut andil di dalamnya. 

Digitalisasi akan terus membarengi langkah-langkah kecil insan yang adaptif, yang tidak mudah puas mencari ilmu. Tentang kemampuan teknis, semua sudah tertuang lengkap langkah-langkahnya pada hebatnya teknologi. Kemauan adalah satu-satunya yang menjadi kunci bagaimana digitalisasi akan membawa kita melewati seluk beluk dunia, karena batasan kita saat ini bukan lagi batas geografis.

Berbagai pembelajaran dikaitkan dengan seni, kolaborasi juga menjadi gembok berkunci jika mampu kita buka dengan cara yang benar. Mulai dari ilmu religi, bahasa, matematika, psikologi, sastra, dari tingkat kanak-kanak sampai tingkat cara-cara mencari logaritma. Itu semua lengkap nan komplit dan jika dikolaborasikan akan menghasilkan sesuatu yang mempesonakan hati dan tindak tanduk yang tidak mudah puas menggali pengetahuan. 
Meluncurnya aplikasi yang tidak kalah cerdik, seperti Tik tok, Instagram, Facebook, dan macam-macam aplikasi lainnya bukan lagi menjadi alasan bagi kita untuk buta informasi. Berbagai informasi tidak harus menunggu terbitnya koran, ingin menghubungi seseorang tidak perlu lagi mengirim surat dengan sebotol kaca kemudian diluncurkan dilautan. Saking mudahnya informasi saat ini, seakan teknologi tidak membiarkan kita menjadi manusia bak batu di tengah hutan. 

Peran kita saat ini bukan menutup mata tentang teknologi, melainkan memasang kaca filter agar sesuatu yang bersifat dan berbau negaif dapat kita tangkis sebelum mengakar menembus pelipis. 

Kata Benjamin Franklin, “When you are finished changing, you are finished.’’
Terus berkarya dengan cara yang benar, niscaya kita akan terbawa ke suatu tempat yang hebat dan indahnya tiada tara. Semua masih diikat oleh Ekosofi kuasa Allah. Maka yakin, berusaha, sampai.

InsyaAllah :) 





_6 Desember 2021

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Manusia dengan Segala Ketakutannya

Awalnya ku kira hal ini tidak akan menemukan titik baik kecuali selamanya akan menjelma ketakutan. Biarpun sugesti, empati meminta kerjasama otak dalam mengatur gerak gerik, “pasti nihil” ucapku ketika itu. Ketakutan memang tidak boleh selamanya menjadi satu-satunya penghuni dan membiarkan menyebar dokrin hingga ke urat nadi bahkan mendarah daging. Takut, takut, dan takut. Ketika semua hal difokuskan pada satu sub tema yang bernama “takut”, tidak akan ada habisnya. Pilihan ya hanya satu, berani atau mundur sekalian. Karena jatuh dari takut yang aku maksud, insecure namanya. Aku pernah mendengar dari seorang kawan asal pamekasan, dia bilang gini “ jalani aja, apapun yang terjadi, itu urusan belakangan” . Aku selalu ingat itu, dengan logat Madura yang asik menurutku. Aku benar- benar menjalaninya. Setres, karena ketakutan-ketakutan Yang belum tau kejelasannya seperti apa. Aku bertemu manusia-manusia yang sebelumnya belum ku lihat secara nyata. Dan semua menerimaku seperti bagaiman

Langit Jingga II

Senjani yang tidak akan redup Sebelum sang surya  terlelap menunduk katup.  Bel masuk berbunyi, beberapa siswa mulai beranjak, dan sebagian lainnya masih menghabiskan makanannya. Aku dan Rosa bergegas. Setibanya di kelas, kelas dalam keadaan kosong. Teman teman semua tidak ada di kelas, hanya tersisa ranselku merahku dan ransel rosa. "Loh teman teman kemana? Kok kelasnya kosong?? " Tanyaku dengan bingung "Kemana ya? Apa sudah pulang " Tanya Rosa Kelas di sebelah kelasku sedang melaksanakan pelajaran, sedangkan Aku dan Rosa kebingungan. Tiba tiba diujung tidak jauh dari kelasku, ada Inka yang memanggil " Tia ! Kelasnya pindah" Teriak inka dari sana Aku dan rosa langsung bergegas Kamipun langsung menghampiri bangku kosong yang tersisa. Nasibku tidak sebaik rosa, aku tidak kebagian teman sebangku. Dan terpaksa aku duduk sendiri dibangku paling ujung di belakang bangku Inka dan Fahda. Sedangkan Rosa, dia sudah dibookingkan bangku oleh Nur Hidayah unt

Langit Jingga III

Pernah singgah,  Dan singgah kembali.  Tiada hari jika tidak dapat mengotak atik warna dan menodai kanvas yang awalnya putih suci menjadi seperti angin berebut awan mendung.  Hari sabtu yang penuh ceria, hari libur yang ditimpal libur minggu karena peringatan Hari Kartini. Aku menyibukkan diriku dengan hal yang sangat aku sukai yaitu menggambar. Sejak SD aku sangat menyukai warna, menggabar. Karena sebuah ide juga bisa di ingat ketika melihat sebuah gambar dengan warna.  Aku mengambil beberapa warna dan meneteskan di palet hadiah dari kakek, dan mengaduknya dengan kuas semburat seperti sapu kandang mang Amin, ntah kenapa aku sangat sayang sekali kepada kuas ini.   Ditengah asyiknya aku mencoret coret, membuat bentuk ti ba tiba, datang dari arah lorong depan yaitu seorang anak laki laki sepantaran kakak Adelia teman kelasku.  " Jangan bilang,!! Dia mau apa! " Geramku dari jendela kamar ku diam saja, tanpa menghampirinya. Kedengarannya Bapak membuka pintu.  "As