Langsung ke konten utama

Postingan

Adik-adik Matahari

Pergi sejauh-jauhnya, untuk pulang  Belajar seluas-luasnya, agar jeli setajam mata elang. Kita tak perlu tau betapa lautan begitu luas menjadi rumah tumpang mahluk dibawahnya, tak perlu tau bahwa hujan turun membasahi tanah gersang yang lama tak tersapa air, dan kita tidak perlu tau bagaimana angin meniup dedunan hingga lepas dari tangkainya. Aku hanya ingin bercerita tentang mereka yang berusaha menggapai jawaban dari semua pertanyaan-pertanyaan yang belum mampu digapainya.. SDN 1 Dawuhan, Adalah nama lautan bagi adik-adik matahariku, berkeluh kasih, bermain, berlari, dan belajar sampai menyentuh antena neptunus akan mimpi-mimpi mereka untuk dipercayai bahwa suatu saat mereka akan seperti apa yang diangankan saat ini. “Syifa ingin jadi Guru.”, “Anggi ndak mau jadi Dokter, aku pengennya jadi Guru.”, “ Kak, kalo aku pengen jadi pemain sepak bola” kata Rendi. “Aku tentara, kak”. dan masih banyak lagi.   Begitupun denganku, ketika seperti mereka diusia 7 tahun, I want to explore a
Postingan terbaru

Tiba

Di pelataran rumah, aku tiba Tiba dengan setimba, ntah itu sedih atau kenangan fana Kenangan menyayat, tetapi selalu ku ingat ' ' Sudahkah kamu makan, Nak?'' Lalulah jawaban terlontar dariku kepada Laki-laki yang ku panggil '' Bapak ''  Karena, kita ingin selalu hidup bersama dengan jenak   Teringat, ketika terluka Orang pertama akan murka  ''Nak, hidup setelah ini milikmu!   , dan kita menitipkan segala harap pada pundak mungilmu itu! " Jangan pernah takut, karena aku selalu ada untukmu Nak! Aku terus mencoba berjalan, dan menepi ketika lelah Hujanpun jatuh berhamburan Aku tersungkur Jatuh Jatuh, t etapi tidak pada rerumputan, juga tidak pada gundukan pasir yang kesepian Namun, aku jatuh di sebuah jalan Jalan berbatu runcing, dan jika merusak kulit bisa berakibat merusak tulang rawan Aku ingin pulang, agar bisa kau manja Terbelalak Sepi Mendapatimu terbaring dan terkulai Hanya bunyi ayat suci yang terdengar Aku tidak ingin menghapusmu dari

Manusia dengan Segala Ketakutannya

Awalnya ku kira hal ini tidak akan menemukan titik baik kecuali selamanya akan menjelma ketakutan. Biarpun sugesti, empati meminta kerjasama otak dalam mengatur gerak gerik, “pasti nihil” ucapku ketika itu. Ketakutan memang tidak boleh selamanya menjadi satu-satunya penghuni dan membiarkan menyebar dokrin hingga ke urat nadi bahkan mendarah daging. Takut, takut, dan takut. Ketika semua hal difokuskan pada satu sub tema yang bernama “takut”, tidak akan ada habisnya. Pilihan ya hanya satu, berani atau mundur sekalian. Karena jatuh dari takut yang aku maksud, insecure namanya. Aku pernah mendengar dari seorang kawan asal pamekasan, dia bilang gini “ jalani aja, apapun yang terjadi, itu urusan belakangan” . Aku selalu ingat itu, dengan logat Madura yang asik menurutku. Aku benar- benar menjalaninya. Setres, karena ketakutan-ketakutan Yang belum tau kejelasannya seperti apa. Aku bertemu manusia-manusia yang sebelumnya belum ku lihat secara nyata. Dan semua menerimaku seperti bagaiman

Berkesan Berkesempatan dalam Berjalan

Betapa Allah selalu memberi pelajaran didalam perjalanan-perjalananku Hari ini, tepatnya tanggal 25 Juli 2022 aku hendak berlabuh ke kota Malang bukan untuk pertama kali. Niat awal dengan rencana berangkat menaiki kereta pukul 08.55 WIB menggunakan akal yang paling baik, tiba di stasiun Jatiroto pukul 07.55 WIB, dan diantar oleh sanak tetangga rumah menuju Stasiun KA. Setibanya di Stasiun aku mendapati keadaan sepi tidak ada manusia sama sekali, hanyalah aku dan sanak setatangga yang hendak kembali pulang. Aku tidak langsung check in tiket, akan tetapi  mengikuti kebiasaan sebelum-sebelum ketika aku dibersamai KA Tawang Alun pagi itu, check in dibantu petugas untuk lekas cetak Boarding pass . Jam 08.45 aku mengetahui sebuah kebijakan baru sejak diberlakukannya pada tanggal 17 Juli 2022, bahwa penumpang yang belum menunaikan booster vac diperlukan surat Swab PCR 1x24jam, dan aku baru  menyadari dan mengetahui banner tersebut. Tidak mungkin dengan waktu 10 menit aku dapat melakukan

Nurani Ingin Bercerita

Hai, masih sama dengan suasan hati sedikit mendung, dan ku harap hati nurani kita selalu cerah secerah sang surya menerangi dunia. Dua hari yang lalu, tepatnya tanggal  22 Januari aku berhasil meyakinkan orang tua untuk mengizinkan diriku pergi ke Jember, ke kampus tentunya. Banyak step-step yang telah terancang dalam benak seperti di hari jumat harus memesan tiket, karena pada hari itu aku sedang berada di Malang, serta rencana tetek bengek lainnya ikut menjejaki  ruang imajinasi. Langsung saja, ternyata semua ini jauh sekali dengan apa yang ada dalam pikiran, hati dan perasaanku. Aku seperti datang untuk pergi dan tidak mau kembali lagi, seperti dijejal segumpal daging babi dan ketika akan menyuapnya aku sadar bahwa yang sedang aku pegang adalah daging itu.  wkwk                                            (gerbang keluar kampus UNEJ)  Aku menerawang aura tidak mengenakkan ketika aku tuliskan 3 fonem 3 grafem (HMI)  yang sedang merangkulku. Gemas sekali rasanya, melihat w

Teknologi Digital Jembatan Pengetahuan

Di awal tahun 2020, dunia digemparkan oleh wabah mematikan, yaitu Coronavirus Disease atau COVID-19. Wabah ini menyerang sistem pernapasan dan pencernaan manusia sekaligus menjadi salah satu penyebab meningkatnya angka kematian di seluruh dunia.  Hal ini juga menjadi latar belakang  serta menjadi faktor transkrip kebiasaan untuk memprioritaskan protokol kesehatan dan pembatasan kegiatan di luar rumah dengan cara mengalihkan semua kegiatan kepada jejak digital, dan melibatkan kecanggihan teknologi.  Society 5.0 digagas oleh negara Jepang memiliki konsep yang  memungkinkan cara penggunaan ilmu pengetahuan berbasis modern ( Al, Robot, IOT ) yang motifnya untuk memudahkan aktivitas manusia, dan secara tidak langsung memaksa semua manusia khususnya para  pelajar turut serta dalam ranah teknologi dengan memiliki literasi dasar abad 21, salah satunya yaitu  literasi informasi.  Peluncuran berbagai aplikasi cerdas teknologi membuat manusia dapat mengakses berbagai informasi dari

Malang - Lumajang

Di stasiun menunggu Kereta Api tiba, aku merasakan berbagai rasa ikut bercengkrama. Raut calon penumpang yang berdatangan mencangking bawaan hilir-mudik menuju jalur 4. Beberapa kanak-kanak berlarian dan ibunya ikut berlari, mungkin dirasa anaknya kurang tau diri, bahwa dirinya masi berbau bayi untuk dijaga. Manusia tanpa nama, namaku Ifa. Disini aku yang baru pertama kali, dilepas sendiri dengan suasana hati khawatir untuk pulang sebagai penumpang. Tenang saja, aku bisa. Sempat duduk di bangku tunggu, tetapi seperti ada yang membisikkan di telinga “ Bukan disini, Fa.” Sore itu dingin, sedingin logam lama tak tersapa angin. 16.30, jadwal pemberangkatan Malang- Lumajang. Ditemani rintik suasana sendu, camar diatas gerbong ikut merasa nostalgia, aku menyela. “Apa yang sedang ia pikirkan ?” Manusia menyepi dan meramai beralih kedalam gerbong kereta. Yang aku suka tentang kereta api, dia tidak mau dibuat menunggu, dan tidak mau dibuat mengganggu. Jalan lintasannya sangat istim